Indonesia telah mencapai umur 68 tahun, artinya pemerintah dan
masyarakat Indonesia telah melalui proses panjang dalam berbangsa dan
bernegara. Dengan proses panjang tersebut diharapkan pemerintah dan masyarakat
telah memahami hakikat dan menjiwai pancasila sebagai pedoman hidup
berbangsa dan bernegara. Harapan tersebut tindak kunjung tampak dalam
kehidupan nyata, justru sebaliknya pemerintah dan masyarakat semakin
mengabaikan dan bahkan lupa dengan pancasila sebagai pedoman hidup
berbangsa dan bernegara.
Bentuk nyata hilangnya pancasila sebagai landasan bangsa dan negara
adalah munculnya berbagai probalematika bangsa seperti menguatnya
gerakan separatisme, menguatnya intoleransi antara umat beragama,
tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, dan maraknya kasus korupsi serta banyaknya muncul elit politik yang hanya mementingkan pribadinya. Pancasila telah dilupakan, diabaikan, dan tidak
lagi dianggap sebagai falsafah bangsa. Padahal lahirnya pancasila
melalui kerja keras founding father kita, Lima sila yang ada di dalamnya
diletakkan dengan penuh kehati-hatian agar searah dengan corak kehidupan
bangsa serta dapat menjamin kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan
bangsa Indonesia seutuhnya.
Masyarakat tidak boleh lupa dengan sejarah Lupa akan sejarah adalah
bentuk dari penghianatan terhadap pejuang-pejuang bangsa yang susah
payah membentuk dan mempersatukan masyarakat dalam satu bangsa, Tanggal
01 Juni '45 adalah momentum bagi seluruh elemen bangsa untuk memikirkan dan
mengingat kembali sejarah-sejarah bangsa termasuk sejarah lahirnya
pancasila sebagai ideologi dan sumber dari segala sumber hukum.
Pancasila adalah ideologi bangsa yang dilahirkan melalui proses
perdebatan intelektual, kritis, rasional, dan ilmiah antara tokoh-tokoh
penting (founding father) bangsa terutama Muhammad Yamin, Soepomo, dan
Soekarno.
Founding father bangsa mencurahkan segala fikiran dan tenaga untuk
merumuskan ideologi bangsa dengan tepat yang dapat mempersatukan
pulau-pulau nusantara, bahasa, budaya, dan suku yang berbeda-beda untuk
berada dalam satu organisasi negara bangsa. Tanggal 1 Juni '45, gagasan
dan ide founding father berhasil dirumuskan dan disatupadukan yang
kemudian dikenal pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala
sumber hukum. Karena itu, tanggal 1 Juni dikenal sebagai hari lahirnya
pancasila.
Memikirkan dan mengingat akan Pancasila bukan bermakna bagaimana
elemen bangsa memahami lahirnya pancasila namun memiliki makna yang jauh
dari itu yaitu bagaimana implementasi pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini. Apakah semua elemen bangsa telah
menjiwainya atau justru sebaliknya. Ajaran pancasila memiliki makna yang
sangat agung dan terhormat karena didalamya terdapat nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, dan kebangsaan.
Pancasila mengajarkan segenap warga negara untuk bertuhan, bermoral,
berakhlak mulia, dan berbudi pekerti. Manusia harus membangun hubungan
yang saling memanusiakan, memuliakan, menghormati antara satu dengan
yang lain, mengedepankan kebersamaan untuk kebaikan, persaudaraan, dan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Didalam pancasila tidak terdapat celah untuk tidak kebaikan. Namun
seperti yang dijelaskan diawal tulisan ini, pancasila telah dilupakan,
diabaikan, dan bahkan dianggap sebagai ideologi yang tidak lagi tepat
sebagai pedoman bangsa dan negara.
Ada banyak faktor yang membuat masyarakat lupa akan pancasila salah
satunya adalah tidak adanya pemimpin politik dan pemerintahan sebagai
panutan dan teladan yang benar-benar menjiwai pancasila. Di awal-awal
kemerdekaan, Indonesia masih memimliki kepemimpinan politik yang
menjiwai pancasila namun di era sekarang ini sulit menjumpai
kepemimpinan politik pancasilais. Banyak elit politik yang terjebak
dalam politik pragmatis. Bahkan kita tahu Alm. Taufik Kiemas gencar-gencarnya mensosialisasikan mengenai 4 pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, ke masyarakat terutama mahasiswa ke berbagai kampus agar nantinya tidak ada lagi next generasi yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lari dari nilai-nilai pancasila.
Elit politik lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok
daripada kepentingan bangsa Pancasila hanya dijadikan lipstik service,
retorika politik dan dijadikan sebagai legitimasi formal kebijakan
pragmatis. Prilaku buruk elit politik ditunjukkan melalui politik amoral
seperti korupsi dan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak
kepada kepentingan bangsa yang lebih besar.
Dampak pragmatisme politik adalah terbentuknya struktur birokrasi
pemerintah yang tidak mengedepankan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Fungsi birokrasi sebagai mesin untuk merealisasikan tugas dan fungsi
negara tidak dapat dijalankan dengan baik terutama fungsi pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat. Sejatinya birokrasi menjadikan pancasila
sebagai pedoman namun lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan elit
yang memperhatikan dan memposisikan birokrasi dalam struktur
pemerintahan.
Birokrasi bukan melayani masyarakat namun melayani elit dan dirinya
sendiri. Stigma yang tertanam kuat adalah “birokrasi bukan melayani
namun dilayani” dan “birokrasi ABS (asal bapak senang) seperti zaman orde baru. Ini-lah bentuk
dari wajah birokrasi elitis.
Kepemimpinan politik pragmatis dan birokrasi elitis memicu lahirnya
segudang problematika bangsa sehingga masyarakat tidak percaya dengan
adanya negara termasuk pancasila sebagai falsafah dan ideologi pedoman
bangsa. Masyarakat sangat mudah melakukan tindakan yang bertentangan
dengan pancasila seperti gerakan seperatisme, intoleransi, memberlakukan
hukum rimba, dan melakukan tindakan kriminal.
Buktinyata yang dapat kita lihat akhir-akhir ini adalah minimnya
partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum terutama pilkada seperti contohnya Pilkada Sumut yang mencapai 60% tidak memilih. Rata-rata
pelaksanaan pemilu, pileg, dan pemilukada dimenangkan oleh golput. Hal
ini secara langsung menunjukkan ketidak pedualian masyarakat terhadap
negara dikarenakan kekecewaannya terhadap kinerja elit politik dan
pemerintah yang tidak menjiwai pancasila dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Fenomena elit politik dan pemerintah serta masyarakat yang
mengabaikan pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara
dipandang sebagai persoalan serius dan membahayakan eksistensi dan masa
depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apabila persoalan ini
terus dibiarkan tidak menutup kemungkinan, NKRI bubar ditelan zaman
karena prilaku anak kandungnya sendiri yaitu elit politik, pemerintah,
birokrasi, penegak hukum, dan masyarakat.
Karena itu, diupayakan strategi dan langkah nyata semua stakeholder
bangsa untuk mengatasi persoalan tersebut. Stakholder yang paling
bertanggungjawab adalah pemerintah. Pemerintah harus melakukan
upaya-upaya nyata untuk mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap negara termasuk pancasila. Upaya yang harus
dikedepankan adalah menumbuhkan good dan political will semua
stakeholder terutama elit politik dan birokrasi untuk membuat
kebijakan-kebijakan populis yang berasaskan pancasila dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
No comments:
Post a Comment
kelik