KELOMPOK
PENEKAN
Demokrasi
merupakan sistem pemerintahan yang membebaskan warga negaranya untuk bersuara
menyuarakan aspirasinya sendiri. Begitu juga dengan Indonesia yang menerapkan
sistem demokrasi dalam bernegara. Sejak reformasi bergulir yang di pelopori dan
di perjuangkan elemen masyarakat serta mahasiswa seluruh Indonesia, maka
kebebasan menyatakan pendapat di negara ini di lindungi oleh Undang-undang. Sebagaimana
yang tercatum dalam Undang-undang Nomor
9 Tahun 1998 Pasal 1 ayat (1) menyatakan “Kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan
lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian
pada ayat (3) di jelaskan bahwa “Unjuk rasa
atau demontrasi adalah kegiatan yang dilakukan seorang atau lebih untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di
muka umum.
Maksud
dari penjelasan undang-undang di atas adalah masyarakat, mahasiswa, buruh, tani
atau apapun itu bebas melakukan unjuk rasa, demonstrasi, longmarch atau apapun
bentuknya untuk menyatakan aspirasinya kepada pemerintah. Dengan catatan sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan tidak anarkis. Tujuannya agar pemerintahan di
negara kita dapat di kontrol langsung oleh masyarakat agar tidak menyimpang
dari tujuan dan cita-cita bangsa ini untuk kesejahteraan rakyat. Karena tanpa
adanya kebebasan menyatakan pendapat mustahil akan terciptanya suatu pemerintahan
yang baik, bersih dan transparan.
Negara
demokrasi seperti Indonesia dalam menjalankan roda pemerintahan tentu ada suatu
kelompok masyarakat yang bertujuan sebagai pengontrol pemerintah. Kelompok tersebut
yaitu kelompok kepentingan, kelompok penekan dan partai politik. Kelompok
kepentingan itu sekelompok manusia yang mengadakan persekutuan yang didorong
oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan ini dapat berupa kepentingan
umum atau masyarakat luas ataupun kepentingan untuk kelompok tertentu. Contoh
persekutuan yang merupakan kelompok kepentingan, yaitu Ormas (Muhammadiyah, NU,
FPI dll), paguyuban alumni sekolah atau kampus, kelompok daerah asal, marga,
suku dan paguyuban hobi misalnya genk motor dsb.
Kemudian
yang di maksud dengan kelompok penekan itu ialah sekelompok manusia yang
berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan
tekanan kepada pihak penguasa (pemerintah) agar keinginannya dapat diakomodasikan
oleh pemegang kekuasaan. Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Nasib
Petani, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Pengawas Korupsi. Pada mulanya, kegiatan
kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun perkembangan situasi dan kondisi
mengubahnya menjadi pressure group. Kemudian yang terakhir partai politik yaitu suatu
kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai,
dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan dibentuknya sebuah partai adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik, dan merebut kedudukan politik dengan cara (yang
biasanya) konstitusional.
Keluar
dari penjelasan di atas, kita lihat akhir-akhir ini marak sekali terjadi
demonstrasi yang di lakukan oleh kalangan buruh, masyarakat, ormas dan
mahasiswa serta LSM. Berlindung dengan Undang-undang kebebasan menyatakan
pendapat. Tujuan mereka tak lain adalah melakukan kontrol terhadap penguasa
yang dzalim dan telah menyimpang tidak sesuai dengan jalurnya. Kebijakan yang
dibuat penguasa tidak berpihak kepada mereka terutama masyarakat kecil maka
dari itu, mereka terpaksa turun ke jalan melakukan demonstrasi ke lembaga-lembaga
pemerintahan, maupun institusi terkait. Supaya suara mereka di dengar oleh
pemegang kekuasaan. Tujuan mereka memang sangat bagus dan murni semata-mata
untuk kepentingan masyarakat banyak.
Sejak
reformasi sampai sekarang aksi demonstrasi, unjukrasa, longmarch atau pemogokan
massal masih saja terjadi sampai sekarang. Namun penulis menyayangkan setiap
aksi yang mereka lakukan tidak sedikit yang berakhir dengan kerusuhan bentrok
dengan aparat Kepolisian ataupun Satpol PP. Dengan aksi bakar-bakaran,
perusakan sarana dan prasarana, tempat umum, belum lagi menghalangi pengguna
jalan yang menyebabkan kemacetan. Sehingga yang di rugikan adalah masyarakat
banyak. Aksi boleh asalkan sesuai dengan koridor yang telah di tentukan oleh
peraturan yang berlaku.
PERAN LSM
Lembaga
Swadaya Masyarakat merupakan organisasi yang independen dan mandiri, dan karena
itu bukan merupakan bagian atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga negara dan
pemerintahan. LSM ini banyak sekali macamnya sesuai dengan tujuan dan fungsi
dari LSM itu sendiri. Ada yang bergerak di pendidikan, sosial, kesehatan,
lingkungan hidup, pengawas korupsi dan sebagainya. LSM tidak bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan, namun untuk kepentingan masyarakat baik di daerah
ataupun di pusat. LSM juga bisa melakukan presure terhadap pemerintah dan
melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Akhir-akhir
ini bila kita telusuri lebih dalam lagi, LSM kini tidak lagi keluar tajinya
telah berubah fungsi alias menyimpang dari tujuan didirikan LSM tersebut. Setiap
LSM membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan mereka, nah dalam Undang-undang
LSM di danai oleh pemerintah baik pusat ataupun daerah dengan dana Bansos sehingga
kurang independensinya. Bahkan tidak jarang LSM mencari sponsor demi menutupi
biaya keperluan kegiatan mereka. Namun yang parahnya lagi ada LSM yang tugasnya
khusus untuk memalak pejabat yang ada di instansi daerah atau pusat agar
mendapatkan sejumlah uang.
LSM
pengawas korupsi misalnya yang tujuan dan fungsinya sebagai pengawas korupsi agar
tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan di instansi pemerintahan. Apabila mendapatkan
laporan penyelewengan yang di lakukan instansi pemerintahan yang terindikasi. Maka
LSM memverivikasi langsung data tersebut apakah benar dan akurat atau tidak. Setelah
mendapatkan kebenaran data, maka mereka mengirim surat kepada instansi terkait
menanyakan pertanggung jawabannya, sampai tiga kali di surati tidak mendapatkan
tanggapan atau respon. Maka LSM wajib melaporkan ke pihak kepolisian tindak
pidana korupsi agar dilakukan pengusutan.
Setelah
itu LSM melakukan pendampingan kepada kepolisian sampai pada persidangan. Namun
kini LSM tidak lagi seperti itu, yang ada sebagian mereka adalah melakukan
pencarian data-data penyelewengan untuk memeras pejabat pemerintahan di daerah.
Tujuannya agar pejabat tersebut menyerahkan sejumlah uang ataupun proyek kepada
mereka untuk tutup mulut. Deal deal bersyarat istilahnya, maka tidak heran ada
istilah khususnya untuk masyarakat Padangsidimpuan
menyebut istilah LSM adalah “Lehen Saotik Madung” (Kasih sedikit
sudah). Maka tidak heran apabila praktek korupsi di berbagai daerah masih saja
terjadi. LSM kini memang telah jauh dari arti sesungguhnya sebagai kelompok
penekan agar jalannya pemerintahan tetap baik dan transparan bersih dari
tindakan korupsi.
PERAN MAHASISWA
Sekuat
apapun penguasa di suatu negara pasti akan runtuh apabila mahasiswa sudah
bergerak dan turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Sama halnya di
Indonesia sejarah menerangkan, penguasa sejak era Soekarno, Soeharto sampai
sekarang lengser akibat dari pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa se
Indonesia. Keberanian mahasiswa mengkritik pemerintah patut di ancungi jempol
karena memang mahasiswa adalah kaum terpelajar dan intelektual. Selain itu
mahasiswa juga sebagai agen perubahan dan penyambung lidah masyarakat.
Betapa
kuatnya perubahan yang dimiliki mahasiswa ketika mereka menjadi aktivis, namun tuntutan
nafkah, tekanan orang tua dan kemandirian finansial membuat banyak aktivis
mahasiswa yang akhirnya merelakan idealismenya untuk memperbaiki daerah, negara
dan bahkan dunia, menjadi cukup sebatas memperbaiki kemampuan makannya
sehari-hari. Semangat egoisme tersebut bahkan berlanjut ketika mereka menjadi
bagian dari pelaku perubahan. Mahasiswa yang merupakan harahapan bangsa redup
akibat dari tuntutan masalah ekonomi mereka sendiri. Nilai-nilai idealisme
mereka gadaikan dengan rupiah sehingga apa yang menjadi gerakan mereka kini
banyak di cemooh kalangan masyarakat.
Sebagian
mahasiswa menjadi aktivis kampus merupakan suatu kebanggaan bagi dirinya. Selain
bisa di anggap hebat, dikenal rekan mahasiswa, dosen dan juga pejabat
pemerintahan. Bahkan ada sebagian menjadi aktivis hanya sekedar ikut-ikutan
semata agar bisa ikut konvoi bareng saat melakukan demonstrasi menggunakan jas
almamater dan menyanyikan lagu-lagu pergerakan. Kemudian dengan aksi yang
mereka lakukan di publikasikan ke media massa tujuannya agar mereka di kenal
masyarakat dan tahu bahwa mereka melakukan aksi. Walaupun mereka tidak tahu dan
paham apa yang menjadi tuntutan mereka dalam aksinya tersebut. Dengan istilahnya
mengekor buntut dari rekan-rekannya sesama mahasiswa aktivis.
Menjadi
aktivis itu baik, bagus dan memang harus seperti itu, karena mahasiswa harus
kritis terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Mahasiswa
aktivis juga di tuntut untuk memperjuangkan rakyat kecil yang tertindas,
mengontrol kebijakan pemerintah yang tidak pro kepada masyarakat bawah. Mahasiswa
aktivis juga bisa bersatu dan bergerak melakukan pelengseran pemimpin baik di
pusat maupun daerah untuk menggulingkannya, apabila pemimpin tersebut sudah
menyalahi perundang-undangan.
Namun
tidak jauh berbeda dengan LSM, aktivis mahasiswa masa sekarang jauh dari kata mahasiswa
aktivis yang sesungguhnya. Pergerakan mereka kini telah kotor tercampur dengan
cairan mata uang alias rupiah. Mahasiswa melakukan pressure terhadap pemerintah atas dasar uang, bukan lagi
semata-mata demi memperjuangkan kepentingan rakyat dan kemajuan suatu daerah
ataupun negara. Namun mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan adalah
salah dan merugikan masyarakat sendiri.
Sebagian
mahasiswa aktivis melakukan demonstrasi merupakan aksi bayaran alias ada seseorang
yang menunggangi mereka. Mengumpulkan massa dan melakukan aksi dengan bayaran
untuk anggota dengan sejumlah uang tujuannya untuk kepentingan orang yang
membayar para mahasiswa aktivis tersebut. Pergerakan mahasiswa seperti itu menjadikan
mahasiswa itu sendiri dengan julukan aktivis bayaran, sewaan atau tunggangan. Sungguh
memalukan memang namun itulah faktanya yang terjadi masa sekarang.
Mahasiswa
aktivis ada pula yang melakukan aksinya seperti mencari data data yang di duga
ada terjadi penyelewengan di suatu instansi pemerintah tertentu. Kemudian mereka
menyuratinya, sayangnya setelah di surati kemudian di tawari deal-deal oleh
pejabat terkait agar mereka menghentikan atau membatalkan aksi mereka dengan
memberikan sejumlah uang kepada para aktivis mahasiswa. Bahkan aksi ini
dijadikan proyek sampingan bagi mahasiswa untuk dapat menambah uang saku yang
kurang akibat macetnya kiriman uang dari orangtua mereka di kampung. Sungguh memalukan
namun mereka melakukan hal tersebut merupakan suatu kebanggaan bagi mereka.
Dengan
kebiasaan mereka seperti itu ditakutkan apabila mereka telah tamat dan
mengenakan toga dan di wisuda. Maka mantan mahasiswa tersebut akan ikut
bergabung ke wadah-wadah LSM yang ada dan melanjutkan kebiasaan mereka semasa
menjadi mahasiswa. Dengan hal ini menjadikan fungsi LSM berubah haluan. Kemudian
saat mereka duduk di instansi pemerintahan, semasa mahasiswa mereka seperti itu
maka tidak heran akan melakukan tindakan korupsi yang dapat merugikan daerah,
bangsa dan negara. Sifat idealisme di diri mahasiswa kini sudah terkikis habis
di makan rupiah. Daripada melakukan hal-hal seperti itu lebih baik mahasiswa
melakukan hal-hal yang positif. Bila ingin mendapatkan uang bisa dari kerja
sampingan atau berwiraswasta. Bukan dengan cara-cara seperti itu, maka tidak
heran kini masyarakat mengeneralkan mahasiswa rata-rata seperti itu. Siapa yang
merugi…?
Mudah-mudahan
semua akan sadar akan tindakan mereka yang telah menyimpang keluar dari
koridornya mereka masing-masing baik mahasiswa ataupun LSM. Semoga saja dapat
terketuk hati mereka semua.