--> WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST

Sep 29, 2013

Sang Presidenku Dibenci dan Dipuji

chaayoo


Terbangun pagi-pagi kemudian Baca koran pagi, seorang teman lama menyodorkan sekelumit inspirasi, sebuah tulisan di Harian Waspada hari ini, lalu berbaur dengan halusinasi dan imajinasi yang baru saja terusir dari mimpi malam tadi.

    SBY sang presiden, SBY pemimpin tertinggi negara-bangsa kita, SBY raja diraja tempat terakhir harapan dan impian akan masa depan rakyat jelata. Seorang sosok manusia luar biasa, yang oleh Iwan Fals lantunkan dalam lagu sebagai “Manusia Setengah Dewa,” kini ia tengah bertahta di atas singgasana istana merdeka.

    SBY, sebagai manusia, kini di masa-masa akhir menjelang lengsernya, masih saja tetap hadir dengan dua wajah, dua sisi, dua persepsi. Ibarat sekeping koin uang logam, logika kita dalam memandang, satu di kiri satu di kanan, hitam-putih, positif-negatif, plus-minus, gelap terang.

    SBY dipuji, SBY dibenci. Pujian dari salah satu anak negeri yang mengharap perubahan, pembaharuan dan perbaikan sembilan tahun silam, saat carut-marut problem bangsa terus mendera tanpa ada secercah cahaya. SBY hadir dengan citra luar biasa sehingga rakyat terpana, terkesima dan terpesona.

    Telah hadir pemimpin bangsa sebenarnya, Satrio Piningit yang bakal membawa NKRI lepas dari kemelut ekstra-kusut, membuka gerbang cita-cita negara merdeka, mengalirkan udara reformasi yang sesungguhnya. Pemilihan langsung untuk kali pertama dalam sejarah demokrasi Indonesia, pilpres 2004, maka suara hati rakyat dipercayakan padanya, SBY.

   SBY presidenku begitulah simbolis kampanyenya, akhirnya suara rakyat menyatu dengan jutaan suara  mengantarkan sang presiden ke singgasana istana. Lima tahun berlalu, kita belum bisa banyak menilai presiden pilihan rakyat itu, karena zaman belum proporsional untuk menilai dalam-dalam kinerjanya. Pilpres 2009, kita berada dalam kebingungan, tak ada yang cukup meyakinkan dari seluruh calon ‘raja diraja’ yang hendak berlaga.

   Maka penilaian kinerja SBY sang presiden ditunda. Mungkin lima tahun terlalu singkat untuk ‘mengubah wajah bangsa’ yang rusak parah tak terkira. Pada 2009 tak ada anak bangsa yang tampil ‘berlaga untuk layak menjadi raja.’ Pemimpin ideal, otentik, berkarakter, pluralis-kebangsaan sekaligus bersukma kerakyatan. Pilihan terbaik di antara yang buruk. Maka suara hati rakyat kembali dilabuhkan kembali untuk incumbent. SBY terpilih kembali menjadi presiden, sumbangan suara di antara ratusan juta suara lainnya yang bersikap sama.

   Kini telah memasuki tahun ke-9 kepemimpinan presiden, kini makin terbuka pintu-pintu penutup misteri carut-marut bangsa ini. Semakin hari berganti, SBY semakin membuat sakit hati. Semakin waktu berlalu, SBY semakin membuat pilu. Semakin masa berjalan, semakin membuat hati didera kegamangan. Maka SBY dipuji, sekaligus juga dibenci. dipuji karena berhasil memikat hati rakyat dengan tampilan dan pembawaan yang penuh simpati, orang pintar bilang, pesona ‘pencitraan.’ Tapi juga dibenci, karena gagal melegakan hati rakyat dengan prestasi nyata membawa hidup rakyat lebih baik lagi.

    SBY dipuji, SBY dibenci. dipuji karena dia begitu luar biasa memimpin dengan retorika, yang kadang-kadang seakan benar dan tepat secara logika, namun terasa perih dan sesak dalam dada. Dibenci karena carut-marut dan kemelut kusut masih mengurung perikehidupan bangsa ini hampir di semua lini. Hukum oleng sana-sini, korupsi menjadi-jadi, menyebar-merata ke seluruh kasta anak bangsa, dari kelas kakap-kerah putih-berdasi hingga kelas teri-kerah lusuh-tanpa alas kaki.

   Penggembosan KPK terorganisir berpola jahar dan sirr (terang-terangan dan terselubung), ketika lembaga pemberantasan korupsi ini tinggal satu-satunya menjadi harapan anak negeri. Sengketa KPK-Polri dalam ‘kompetisi bar-bar’ semakin menjadi. Politisi dan birokrasi berselingkuh dalam kontroversi hati istilah Vickynisasi. Penguasa dan pengusaha berkomplot dan berkonspirasi menuju konspirasi kemakmuran. Senayan, istana dan jalan raya, parade budaya koruptif mengalir bebas hambatan.

   SBY dipuji, karena ia begitu lantang berteriak tentang pemberantasan korupsi, bak panglima perang yang berani mati untuk berdiri di garda terdepan tapi nyatanya antek2nya lah yang melanggar sendiri. Ikrar prajurit sejati, sumpah sapta marga jenderal prawira-ksatria gagah perkasa. Tapi SBY dibenci, karena semua itu hanya retorika dan wacana, deklamasi penghibur bocah-bocah sekolah di lapangan upacara. Konvoi kemunafikan para pemimpin bangsa, lain di mulut, lain di hati, lain di gerak tangan dan langkah kaki.

   SBY dipuji, karena sanggup menyihir dunia internasional dengan sederet penghargaan. Tapi SBY tetap dibenci, entah kebencian ini objektif atau sekadar luapan emosional orang kecil yang selalu gagal dan terkucil tanpa kepekaan pemimpin tertinggi negeri untuk berempati. Yang pasti, nyatanya tak sanggup melihat presiden dalam satu sisi, satu wajah atau satu persepsi. Puji dan benci, suka dan maki, cinta dan amarah, tenang dan gelisah. SBY memaksa terbelah pada dua wajah, hitam-putih, gelap-terang, plus-minus, harap-cemas, optimis-skeptis.

   Kita terjebak dalam penilaian yang menyiksa dada.  ingin husnuzhan, tapi setan kejahatan di lingkar kekuasaan menghalang lensa mata, su’uzhan niscaya kerap menggoda. Benarlah kata pepatah, “Semut di seberang lautan jelas kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata tak kelihatan.” Kita ingin percaya, tapi problem krisis multidimensi yang memenjara hari-hari memaksa curiga.

   Kita ingin tetap memuji, namun kegagalan demi kegagalan yang semestinya bisa dihindarkan memaksa kita untuk membenci, meski kita berusaha menahan diri untuk tidak mengumbar sumpah serapah dan caci-maki. Seperti tulisan temanku yang menginspirasi, dia yang mampu membeber dan membabar data, fakta dan realita ragam problema yang ada. Kegagalan di bidang ekonomi, hukum, keamanan, penegakan HAM menjadi alasan menggunungnya kebencian.

   Tapi pertumbuhan itu baru mencerminkan kuantitas, belum kualitas, sehingga angka kemiskinan dan pengangguran tetap tinggi, dan pemerataan pembangunan pun tidak terwujud. Misteri Century, Kisruh KPK-Polri, kasus Cicak-Buaya I dan II, Hambalang, Terorisme merebak di mana-mana, kecelakaan transportasi darat, laut dan udara, konflik bernuansa SARA di sejumlah daerah serta pelanggaran kebebasan warga dalam beragama dan berkeyakinan, seperti dalam kasus Ahmadiyah dan Syiah, misteriusnya tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II pada 1998, dan masih panjang daftar lain yang hanya akan menambah gunung kebencian hingga menutup bukit puji dan penghormatan.

   SBY presiden kita, SBY pemimpin kita, SBY sang raja, maaf kami melihatmu sebagai dua wajah, yang di satu sisi dipuji, namun di lain sisi dibenci. Sebagai orang kecil yang selalu terkucil dan terjegal untuk tampil, juga sebagai WNI jelata anak bangsa, kita hanya bisa berkeluh-kesah lewat rangkaian kalimat sepenggal kisah baik melalui ucapan, dan di jejaring sosial. Mungkin kelak ada yang mengajari, atau kembali seorang teman menghembuskan inspirasi, bagaimana caranya agar rasa benci ini jangan sampai mendominasi isi hati. Kini sang presiden telah padam seolah-olah tiada lagi pesona pencitraannya yang dulu gegap gempita kini tlah pudar. Presiden kita hanya tinggal menghitung bulan beliau akan turun kembali dan menorehkan prestasi buruk dengan IPK 1.5....Sang Presiden SBY (Saya Benci Yudhoyono).

 

Sep 26, 2013

Mereka Sang Pelanggar Sumpah

chaayoo


Di zaman akhir ini para pemalsu dan pelanggar sumpah semakin melimpah, tumpah ruah membuncah tak teratasi dan tak tercegah. Memenuhi sudut-sudut ruang, celah-celah waktu, berdesak-desak di semua strata, dari atas hingga bawah, dari yang berjas berkemeja bersafari rapi, yang bertelanjang dada, hingga yang bersih berjubah. 

     Dari yang berupa teks tertulis rapi, prosedur resmi, hingga ucap serapah yang asal muntah. Dari yang diam-diam  sembunyi-sembunyi di balik kamar hingga yang terang- terangan, ditempat terbuka dan berjama’ah. 

     Dari gedung-gedung mulia, istana, kantor-kantor, kampus dan pos ronda, mal dan plaza, restoran dan lapak-lapak pasar, acara kenegaraan dan seremonial sakral, perkotaan dan pedalaman, di seluruh aktivitas sosial dan ritual. 

     Dari yang bertopi baja, bertoga, topi caping hingga yang bersorban dan berkopyah. Dari urusan kursi, urusan birokrasi, urusan akidah, nasional dan daerah, urusan cinta, yang sedang berpacaran dan yang sudah berumah tangga, dari urusan bisnis, konglomerasi hingga urusan sepiring nasi dan jual beli sawah. 

     Sumpah-sumpah diumbar, dijual obral harga murah, sumpah menjadi sampah. Dihinakan dan dianggap rendah. Sumpah menjadi sampah..! Kalimat bertuah menjadi limbah...!

    Tangan-tangan memegang pena, lidah-lidah mengucap suara, tulisan terlegalisir, stempel resmi maupun imitasi, ikrar lantang bak laskar berbaris siap perang, mushaf dan kitab suci di atas kepala, nama Tuhan dipertaruhkan demi jabatan, sumpah-sumpah tertulis dan terucap.

    Hanya dan hanya meminta kepada pembaca, pendengar dan pemirsa, rakyat, pengikut dan anggota, warga negara dan anak bangsa, agar berkenan percaya. Meminta untuk percaya. Berharap percaya. Bahkan memaksa untuk percaya, suka atau tidak suka, rela atau terpaksa. Harus percaya. Perebutan kepercayaan…!

     Kini amanat telah diminta dengan paksa. Kepercayaan telah direbut. Akad telah dibuat. Sumpah telah tumpah dan tersebar. Mahar telah dibayar. Sumpah telah mengikat jiwa dalam perjanjian yang disaksikan penghuni bumi dan langit, dan Sang Maha Melihat, Mendengar dan Menyaksikan. 

    Saksi-saksi telah mencatat rapi. Kamera CCTV telah terpasang, yang terlihat, dan yang tak terlihat mata manusia. Piringan kaset telah merekam. Kitab rekaman sempurna. Sumpah telah menjadi harga mati, pasti dan pasti harus ditebus oleh pemiliknya, setiap jiwa, tanpa kecuali, tanpa kecuali.

    Pemalsu dan pelanggar sumpah tak akan bisa lari. Ke mana akan pergi, keluar alam semesta? Tiada lagi tempat sembunyi. Penggadai sumpah akan kehilangan agunan, yang besar, yang kecil, kadar yang mutlak setimpal dengan pemalsuan dan pelanggaran yang dilakukan. 

    Jika mereka menyangka saat ini masih aman, asyik menikmati buah sumpah tanpa gangguan, itu hanya penundaan, pemberian kesempatan untuk menyadari, memperbaiki dan menebus apa yang telah dilanggar. Namun jika semuanya telah lewat, datang jemputan malaikat, tiba-tiba semuanya jadi terlambat. Turunlah laknat. Dunia dan akhirat. Pengadilan bagi para pengkhianat, sindikat pemalsu dan pelanggar sumpah, kehinaan dan kebinasaan. Bukan dari siapa-siapa, tapi dari diri sendiri yang memperbuat. 

     Di dunia ini, mungkin kita semua pengkhianat, pemalsu dan pelanggar sumpah, hanya berbeda dalam urutan tingkat, ada yang sadar dan yang tidak sadar sadar. Ada yang buta dan yang bisa melihat. Mungkin kita semua sindikat dan para penjahat, hanya berbeda ketika ada yang terus terlarut di dalamnya dan ada yang segera bertaubat. Kita semua hina dan berlumur dosa, hanya berbeda ketika ada yang membiarkan diri berkubang di dalamnya dan ada yang berusaha berjuang membersihkannya. 

     Bangsa yang cerdas, adalah bangsa yang menyadari pengkhianatan amanat, lalu berjuang menebusnya selagi kesempatan masih ada, bangsa yang bertaubat. Taubat sebelum terlambat.
 

Sep 11, 2013

Caleg Padangsidimpuan harus Memiliki Idealisme dan Integritas

chaayoo


Pileg akan sebentar lagi kita hadapi para caleg pun sudah sibuk dan banyak menebar baleho mereka dan partai, memampang foto mereka agar bisa di kenal oleh calon pemilihnya, walaupun perihal baleho sudah ada peraturannya dilarang memasang atribut kampanye sebelum waktu yang ditentukan namun sudah banyak para caleg yang memasangnya. Lihatlah di sepanjang Kota kita Padangsidimpuan jika kita menyusuri sepanjang jalan baik di pusat kota maupun jalan2 sempit yang ada, sudah beredar baliho para caleg yang akan bertarung untuk mendapatkan simpatik rakyat namun kita sebagai pemilih jangan sampai salah memilih agar kota kita ini bisa maju dalam masa 5 tahun ke depan kalau kita lihat kinerja anggota DPRD Padangsidimpuan apakah mereka sudah maksimal dalam mengemban amanah rakyat pada masa 5 tahun yang lewat atau hanya janji janji busuk yang mereka umbar dan sekarang mereka ingin maju lagi dalam pemilihan caleg pada 4 april mendatang ufffsss,, apakah mereka tidak malu dengan prestasi mereka dalam kinerja mereka berapa UU yang sudah mereka legislasikan untuk kota ini, Dapilnya saja belum tentu mereka memberikan kontribusi apalagi yang lain mungkin baru sekarang mereka mau turun lagi menyapa kita karena mau bertarung kembali. Maka itu saya selaku pemerhati bangsa dan khususnya Kota kita Padangsidimpuan menghimbau agar memilih caleg yang betul2 memperjuangkan aspirasi kita bukan hanya JAMBU (Janji Busuk) untuk itu marilah kita simak agar sebagai pertimbangan buat kita bersama untuk memilih siapa dan bagaimana dalam memilih caleg pada 4 april mendatang khususnya untuk DPRD Padangsidimpuan.
Jangan memilih caleg berdasarkan ketenaran, nama besar orang tua, memberikan sembako, bahkan yang lebih parah lagi berdasarkan uang, ini yang memperburuk masa depan kota kita dan Negara kita.
Jangan mau memilih caleg yang KUTU LONCAT artinya pindah pindah partai jangankan mau mengemban amanah rakyat lho partainya saja dikhianati kok.
Jangan pilih caleg yang banyak memasang baleho2 yang besar kenapa sudah pasti banyak duitnya dan mereka itu mempunyai modal besar untuk bertarung kalau sudah menang toh pasti akan berpikir akan mengembalikan modal saat bekampanye untuk pasang baleho.
Jangan memilih caleg yang sudah terdeteksi kasus korupsi, dan jangan memilih caleg dari partai yang selama ini terbukti melakukan korupsi karena biarpun lain orang tapi sama saja mereka 1 kelompok yang mempunyai niat jahat untuk rakyat.
Jangan pilih caleg yang kita tidak kenal alias caleg pengembara yang mengadu untung di pileg mendatang, tapi bukan memilih caleg yang banyak terpampang wajahnya di baleho tapi pilihlah caleg yang mau bersosialisasi dan turun langsung ke masyarakatnya tanpa memberikan oleh-oleh, kalau perlu minta kontrak politik dengannya kalau saja terpilih akan apa, bagaimana, dan mau apa tanpa ada imbalan atau bayaran apapun.

Sep 4, 2013

Integritas Ahok Soal Upah Buruh

Pernah terpikir kalau sosok yang berasal dari desa Laskar Pelangi di Belitung akan terpilih sebagai orang nomor dua di Pemprov DKI Jakarta?  Pada masa kampanye Cagub dan Cawagub Prov. DKI Jakarta lebih kurang setahun yang lalu banyak yang meragukan ini. Setelah lebih kurang setahun mengelola Provinsi DKI Jakarta yang semrawut ternyata Ahok sudah membuktikan bahwa ia berbeda dan teruji. Ahok, yang punya nama resmi  Basuki Tjahaja Purnama,  Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017  ini lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, Belitung Timur. Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017  ini lebih populer dipanggil Ahok.
Sebelum menjadi orang nomor dua di DKI Ahok menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Mayarakat mendukungnya menjadi Bupati setelah sebelumnya membuktikan diri sebagai sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009 yang “bersih”, anti korupsi dan KKN. ” Bersih” dalam arti jujur, tidak terlepas dari didikan di keluarga. Keluargnya dihormati di pulau Belitung karena sifat mereka yang suka memberi dan menolong.

Sep 3, 2013

Caleg Yang Bersih untuk Padangsidimpuan



pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) anggota DPD, DPR RI, DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten/kota yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 ini, tinggal menghitung hari.Tentu berbagai cara atau taktik akan dilakukan oleh para caleg agar bisa duduk dikursi empuk DPR untuk lima tahun mendatang. Sepanjang itu tidak melanggar hukum sah-sah saja. Namun yang harus harus diwaspadai oleh para pemilih agar berhati-hati dengan caleg yang menggunakan money politik. Caleg seperti ini tidak layak untuk dipilih, karena sudah melakukan pembohongan terhadap rakyat. Boleh saja kita menerima uangnya tapi gak usah kita pilih orangnya kenapa?.. karena jika kita memilihnya karena uang semata maka mereka yang duduk disana nantinya toh akan mencari celah anggaran disana sini untuk mengembalikan modal kampanyenya, lebih baik terima saja uangnya jangan pilih orangnya anggap saja mereka bersedakah kepada kita kaum duafa. Berbagai alasan nanti jikalau mereka terpilih dan apa yang mereka janjikan 95% tak akan terpenuhi kita menuntut mereka pun mereka berdalih.ini itu
“Bapak-bapak maaf saya tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat, karena suara bapak-bapak sudah saya beli pada waktu menjelang pemilu,” paling itulah alasan mereka