--> WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST

Aug 25, 2016

LAGI LAGI GEPENG PADANGSIDIMPUAN

PADANGSIDIMPUAN - Permasalahan gelandangan dan pengemis masih menjadi polemik bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan sampai saat ini. Karena apabila kita perhatikan di lapangan sudah semakin mengancam saja permasalahan tersebut, dengan ditandai semakin menjamurnya keberadaan mereka, tentunya menjadi catatan penting untuk pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut ke depannya.

Permasalahan ini sudah pernah penulis angkat pada kesempatan sebelumnya mengenai gelandangan dan pengemis di Kota Padangsidimpuan, karena memang sampai saat ini belum ada fokus pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Padahal di dalam RENSTRA 2012-2017 program untuk permasalahan ini termuat jelas yang merupakan tanggung jawab di bawah koordinasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padangsidimpuan, hanya saja pelaksanaannya masih belum terlihat.

Memang kalau kita perhatikan sebetulnya masalah ini tidak begitu urgent, namun apabila tidak ditangani dengan serius keberadaannya akan mengancam pemerintah daerah. Jumlahnya akan semakin meningkat dan dapat meresahkan terutama untuk masalah tata ruang, keindahan, ketertiban kota dan masalah kesenjangan sosial. Sebagai cerminan akan tingkat kemiskinan di kota ini semakin menjamur dan meningkat.

Banyaknya gelandangan dan pengemis di jalanan membuat pemandangan kota terkotori dan seakan tidak tertib, menggambarkan bahwa pemerintah Kota Padangsidimpuan tidak memperdulikan masalah tersebut. Maka diperlukan penanganan yang serius di bawah koordinasi Dinas Sosial bekerja sama dengan instrument lainnya misalnya dengan bekerja sama dengan lembaga atau organisasi sosial yang ada di Kota Padangsidimpuan.

Masalah gelandangan dan pengemis, banyak sekali yang menjadi faktor penyebabnya, antara lain yaitu lapangan pekerjaan, cacat fisik, kebijakan pemerintah yang tidak memihak, sifat malas, dan tidak memiliki keahlian tertentu. Tentunya masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab permasalahan tersebut tergantung dari aspek mana kita melihatnya, dan bagaimana cara mengatasinya masing-masing berbeda pula.

Sebetulnya kalau kita telusuri satu persatu gelandangan dan pengemis hanya segelintir saja yang asli sebagai warga Kota Padangsidimpuan, sisanya merupakan warga pendatang yang berasal dari daerah sekitar. Datang mencoba mengadu nasib untuk mengais rezeki namun tak mampu bersaing dengan yang lainnya karena keahlian tak ada akhirnya memilih hidup atas belas kasihan orang lain.

Menurut Kabid PMKS Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padangsidimpuan Irma Suryani, salah satu kendala dalam mengatasi permasalahan tersebut yaitu masalah tenaga ahli yang terbatas khususnya untuk melakukan pembinaan bagi gelandangan dan pengemis, selain itu pemerintah belum mampu menyediakan sarana berupa panti sosial untuk tempat pembinaan dan pelatihan bagi masyarakat yang terjaring nantinya, meskipun selama ini memang belum pernah melakukan razia terhadap mereka. Tetapi pihaknya berjanji akan terus melakukan upaya untuk dapat mengatasi masalah tersebut meskipun tidak bersih 100%, paling tidak bisa berkurang.

Masalah penyebab utamanya adalah belum adanya anggaran untuk itu, perihal keterbatasan anggaran pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sering kali menyampaikan usulan tersebut kepada Walikota dan DPRD agar di anggarkan untuk pembuatan panti sosial dalam rapat rapat antar pimpinan SKPD yang ada terutama dalam pembahasan mengenai masalah anggaran.

Untuk itu penulis berharap pemerintah kota untuk segera merealisasikan apa yang sudah dicanangkan dalam Renstra tahun 2012-2017, terutama masalah gelandangan dan pengemis. Jika tidak maka dalam waktu dekat Padangsidimpuan menjadi kota layaknya sebuah kota Jakarta yang di dominasi pemandangan yang tak sedap dan kesannya semrawut, tidak teratur sehingga menjadi ancaman bagi pemerintah dalam mencapai suatu tujuan kesejahteraan sosial.

Karna semakin jelas terlihat mereka telah mewarnai sepanjang trotoar tugu salak, halaman bolak, jalan merdeka, sangkumpal bonang dan di kawasan lampu merah pos kota dan sekitarnya. Bukan hanya di kawasan pertokoan dan tempat kuliner saja, bahkan sampai ada yang melakukan minta-minta ke pemukiman warga yang ada di lorong-lorong jalan.

Jika kita mau tentunya bisa di atasi dengan cara menggandeng suatu organisasi ataupun pemerhati sosial seperti Komsol KoPasid (Komunitas Sosial Kota Padangsidimpuan), dilibatkan mereka untuk menjadi partner dalam mencari solusi tersebut selain yang sifatnya anggaran. Serta menjadi tenaga suka rela dalam pembinaan dan pelatihan bagi masyarakat yang terjaring agar setelah keluar nantinya dapat menjadi produktif. (Ivan)


Aug 23, 2016

MASJID BERNAMA TAK MEMILIKI JAMAAH KOTA PADANGSIDIMPUAN


Desa Ujung Gurap Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua memiliki sebuah masjid bernama "Al Khalili" yang bentuknya indah, kokoh dengan gaya arsitektur unik yang berdiri sejak puluhan tahun lalu.

Uniknya dari masjid ini adalah berada agak jauh dari pemukiman masyarakat setempat, dan masjid ini tidak seperti masjid lainnya yang selalu terdengar suara kumandang adzan lima waktu dalam sehari.

Karna memang masjid ini tidak memiliki jamaah seperti masjid lainnya dan tidak ada pengurusnya. Masyarakat sekitar shalat berjamaah di masjid jami yang jaraknya berjauhan dengan masjid Al Khalili. 

Layaknya sebuah masjid itu harus ada yang adzan setiap waktunya tiba, akan tetapi tidak dengan masjid ini. Mungkin bisa kita tanyakan hukumnya mengenai hal tersebut kepada pemuka agama.

Berdasarkan keterangan masyarakat sekitar bahwa memang masjid tersebut tidak ada jamaah untuk melakukan shalat berjamaah setiap harinya di masjid itu, karena memang masjid Al Khalili merupakan masjid pribadi yang selalu dikunci pemiliknya. 

Hanya pada hari Selasa masjid ini di buka dan digunakan sebagai tempat pengajian kaum ibu yang dilakukan ba'da Ashar sampai menjelang magrib. Masyarakat sering mendengar hal hal aneh dari dalam masjid tersebut seperti mendengar suara orang mengaji dan sebagainya pada malam hari.

Pemilik dari masjid ini adalah Syarifuddin seorang mantan anggota DPR RI Fraksi PPP era Soeharto yang sengaja membangun masjid di tanah yang merupakan miliknya sendiri, beliau dikenal sebagai saudagar tanah yang memiliki banyak harta. Namun pemilik masjid tersebut tinggal di Jakarta dan jarang sekali pulang ke desanya.

Sampai sekarang masjid ini hanya sebagai pemandangan tempat rekreasi bukan untuk melakukan peribadatan kepada Allah sebagai pencipta manusia. Lebih baik masjid ini selalu terbuka agar ada masyarakat yang selalu melakukan shalat lima waktu dan mengumandangkan adzan. (Ivan)



Aug 7, 2016

Jangan Jadi Mayat Hidup


Itulah Jakarta
jejeran bangunan pencakar langit
berdiri dengan sombongnya mengacungkan kemegahannya
jejeran kaca - kaca berhiaskan corak ke agungan

Deretan mobil - mobil menjadi pemandangan indah
motor - motor begitu sombongnya mengaung
bagaikan macan yang telah lama tertidur
bangkit dalam kelaparannya

Asap-asap kendaraan pribadi para penguasa negeri ini
menjadi teman akrab sekawanan kumbang jalan
yang lalu lalang dalam kesehariaannya
menjadi hirupan udara yang mengisi paru - paru mereka

Tumpukan sampah disepanjang jalan begitu megah
bagaikan gunung - gunung tinggi menjulang
tebaran aroma yang khas begitu menyengat
menusuk dan memenuhi hidung kumbang - kumbang jalan

Inilah realita katanya kota metropolitan
tapi semuanya bagaikan kota primitif
katanya kota terurus tapi
kenapa masih banyak yang belum terurus

mana pemerintah
yang diagung-agungkan oleh rakyatnya
yang tak sadar dengan posisi dan keberadaanya
jangan jadi mayat hidup

Satpol PP Vs Warung Makan di Kota Serang



Beberapa hari lalu di awal bulan puasa Rabu 8 juni 2016 publik dikejutkan dengan aksi Satpol PP Kota Serang yang merazia rumah makan yang ada di Pasar Rau yang merupakan pusat pasar terbesar di Kota Serang. Aksi Satpol PP Kota serang merazia rumah makan Jusriani (50) menuai kecaman dari berbagai pihak mulai dari kalangan masyarakat biasa sampai Presiden Joko Widodo, pasalnya aksi tersebut dianggap kurang manusia lantaran menyita barang jajaan warung makan tersebut. Akibatnya pemilik warung mengalami kerugian yang mencapai Rp.600.000 bukan hanya itu saat petugas melakukan razia Jusriani sempat menangis tak berdaya melihat aksi para petugas bahkan sampai jatuh sakit.

Usut punya usut ternyata Jusriani (pemilik warung) berjualan hanya dengan modal pas-pasan itupun dengan berhutang kepada orang lain untuk bisa berjualan di warung yang ia sewa di pasar rau, Jusriani yang sehari-harinya berjualan di pasar tersebut dengan terpaksa berbuka di bulan puasa karena harus menafkahi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya sisanya untuk membayar hutang.  

Media saat itupun secara membabi buta menyorot aksi razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Serang maka pantas menuai reaksi dari semua pihak, bahkan sejumlah aktivis masyarakat melakukan aksi penggalangan dana untuk Jusriani (pemilik warung) sebagai ganti rugi barang jajaannya. Dana yang terkumpul mencapai Rp.265 juta lebih yang disumbangkan dari berbagai pihak termasuk Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo.

Apabila dilihat dari sudut pandang kebijkan publik aksi Satpol PP Kota Serang tersebut tidak sepenuhnya disalahkan karena petugas hanya menjalankan perintah atasan dengan menegakan dasar hukum yaitu Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat yang di dalamnya termasuk mengatur jam buka rumah makan saat di bulan puasa. Maka yang bertanggung jawab adalah Walikota Serang, namun berdasarkan konfirmasi di media massa Walikota Serang TB haerul Jaman mengatakan ada kesalahan prosedur dalam melakukan razia seharusnya tidak seperti itu dan akan mengur dan menindak Kepala Satpol PP yang telah menyalahi prosedur.

Seharusnya Walikota Serang bertanggung jawab penuh dalam kejadian tersebut karena Satpol PP merupakan bawahannya yang tidak bisa menjalankan sesuai denga aturan atasan, Walikota sendiri tidak bisa memberikan contoh kepada bawahannya seperti misalnya melakukan tindakan persuasif terlebih dulu kepada masyarakat bukan langsung menindak tegas menyita barang dagangan yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, untuk itu perlu pembenahan bagi Pemerintah Kota Serang ke depannya dalam membina Satpol PP Kota serang sebagai penegak perda.

Hal tersebut bukan hanya terjadi di Kota Serang saja bahkan di daerah lainnya sering terjadi Satpol PP melakukan tindakan yang tidak manusiawi kepada para pedagang. Apabila dikaji lebih dalam memang permasalahan tersebut ibarat dua sisi pedang yang sama-sama mesti harus diperhatikan. Pasalnya apabila tidak dilakukan penindakan secara tegas kepada para pedagang tentu tidak akan jera, namun disisi lain apabila ditindak secara tegas akan merugikan masyarakat dan terancam kehilangan mata pencaharian. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi hal tersebut dari berbagai pihak. 

Kejadian yang dijelaskan di atas tersebut apabila dilihat dari sudut pandang agama, penulis mempunyai pendapat bahwa Jusriani (pemilik warung) tetap salah biar bagaimana pun alasannya dilihat dari perspektif agama tetap salah karena tidak diperbolehkan menjual makanan kepada kaum muslimin di saat berpuasa karena khawatir itu akan membantu melakukan perbuatan kemaksiatan membatalkan puasa. Sementara untuk orang-orang non muslim pun tidak diperbolehkan apapun alasannya. Kedepankan nilai-nilai toleransi antar umat beragama, bulan ini adalah bulannya umat Islam untuk berpuasa untuk itu hormatilah yang berpuasa.

Tentu sebaliknya umat Islam juga akan menghormati agama lain yang sedang menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajarannya masing-masing. Seperti umat Islam yang ada di Bali apabila sedang merayakan Nyepi umat Hindu bali, muslim tentu akan menghormati dan menjalankan sesuai aturan yang ditegakkan di daerah tersebut dengan tidak melakukan aktivitas di luar rumah dan mengeluarkan suara bising yang dapat mengganggu umat Hindu yang sedang melakukan ritualnya, begitu juga dengan umat agama lainnya.

Dengan melarang pedagang warung makan berbuka di bulan puasa MUI telah mengeluarkan fatwa yang mengatakan “diharamkan menjual makanan kepada orang yang diwajibkan menjalankan puasa jika ia tahu atau menyangka bahwa makanan tersebut akan dikonsumsi pada siang hari karena hal ini dianggap membantu kemaksiatan. Adapun jika ia tidak tahu apakah makanan tersebut akan dikonsumsi pada siang hari atau tidak maka hukumnya makruh dan lebih baik tidak menjual makanan kepada orang tersebut, karena itulah beberapa ulama mengeluarkan fatwa untuk menutup tempat-tempat penjualan makanan dan minuman selama bulan puasa, menyediakan makanan dan minuman bagi yang tidak memiliki udzur adalah dosa dan termasuk saling membantu dalam dosa dan kemungkaran.”

Fatwa tersebut sudah jelas bahwa tidak ada alasan bagi siapapun yang menjajakan dagangan makanannya di siang hari selama bulan puasa terkecuali (sore hari saat hendak berbuka sebagai dagangan buka puasa). Karena di bulan puasa umat muslim di fokuskan untuk beribadah kepada Allah Swt. Bahkan di Arab Saudi saja aktivitas selama bulan puasa libur untuk melakukan ibadah puasa dan tidak ada yang melakukan jualan di siang hari selama bulan puasa. Bagi mereka bulan puasa adalah moment untuk beribadah kepada sang khalik, maka 11 bulan di fokuskan untuk mencari rezeki dan 1 bulan yaitu ramadhan untuk beribadah puasa.
Untuk itu penulis berharap supaya umat muslim dan non muslim lainnya supaya menghormati orang yang sedang menjalankan perintah agamanya masing-masing tanpa alasan apapun karena negera ini terdapat bermacam-macam agama yang semuanya harus memiliki nilai toleransi untuk mejaga kesatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai hal-hal kecil menjadi perpecahan bagi kita semua.