--> WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST

Dec 28, 2014

PADANGSIDIMPUAN : CATATAN

PADANGSIDIMPUAN : CATATAN: MAHASISWA AKTIVIS & PASIVIS Karakter mahasiswa itu berbeda-beda tiap orang. Ada yang aktif, ada pula yang pasif. Bagi anda yang sedan...

chaayoo

Dec 22, 2014

FENOMENA BESARNYA MAHAR GADIS TABAGSEL

chaayoo
Saya tergerak menulis catatan ini untuk mengingatkan pada diri saya sendiri tentang esensi sebuah mahar. Mahar merupakan salah satu bagian dari suatu pernikahan, yang acap kali dibahas secara sederhana namun juga terkadang menarik untuk dibahas secara mendetail. Mahar atau Mas Kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. (Wikipedia)

Mahar yang paling umum diberikan pengantin pria adalah seperangkat alat sholat, cincin (emas), atau uang tunai. dan, biasanya dibayarkan secara tunai pula. Ada mahar yang di sebutkan secara gamblang, namun ada pula mahar yang tidak disebutkan karena bisa jadi adalah mahar itu sebuah janji yang akan dipenuhi di kemudian hari seiring berjalannya pernikahan. Namun seiringnya waktu berjalan fenomena mahar yang terlalu tinggi terjadi di daerah Sumatera bagian utara, mungkin ini pun terjadi di daerah lain saya pun tidak tahu persis.

Saya heran begitu banyak terjadi didaerah sini khususnya Tabagsel dengan tingginya harga mahar seorang Gadis, menyaingi harga sebuah sepeda motor sport idaman para pria jantan. Tidak tanggung-tanggung mahar mereka bisa mencapai 40juta bayangkan saja seperti apa anak gadis tersebut kok bisa semahal itu?. Apakah berasal dari kalangan borjuis, pejabat, atau memang orang tuanya yang seperti itu mintanya.

Dalam agama islam bahwa mahar itu bisa saja berupa Al-Quran, cincin, ataupun lantunan ayat suci atau lainnya bukan berarti harus mahal. Namun faktanya yang terjadi sekarang justru mahar yang dimintai oleh pihak mempelai wanita sangat tinggi sekali. Tidak jarang kita temui pemuda-pemuda di daerah Tabagsel yang merasa terhalang menikahi seorang gadis oleh besarnya mahar yang tinggi.

Maka tidak heran jika kita kenal istilah disini yaitu kawin lari seperti yang ada di film-film India. Hanya saja jika di cerita film India mereka kawin lari karena tidak disetujui orang tua mereka untuk menikah. Kalau ini karena faktor mahar yang tinggi makanya banyak yang kawin lari, walau itu bukan semua alasan mereka kawin lari.

Jika kita tanya orang tua mereka masing-masing kenapa semahal itu pasti alasannya adalah semua sekarang serba mahal untuk pesta, Sajian makanan di pernikahan, keyboard dan sebagainya. Ada lagi yang beralasan "Boru" saya ini anak pertama jadi wajar, kemudian sekolahnya Sarjana, Bidan, PNS, Dokter atau apalah. Bahkan banyak yang kita selidiki mereka mengkuliahkan anak-anak mereka hanya untuk meningkatkan harga mahar si "Boru" tersebut. (ckckck)

Mahar yang mahal tidak jaminan untuk kelangsungan bahtera rumah tangga langgeng. Ataupun dengan mahar mahal tidak menjadikan martabat orang tua mereka jadi naik. Mahar mahal bukan merupakan tingkat sosial mereka yang akan dilihat dimasyarakat. Namun hanya keegoan dan kesombongan si orangtua tersebut.

Jangan jadikan Mahar sebagai penghambat para pemuda yang ada untuk menjalin pernikahan bersama "Boru" mereka. Mahar bukan jaminan seseorang akan meningkat status sosialnya. Mahar bisa menjadikan si orang tua malu dimasyarakat karena anak-anaknya mencari jalan pintas dengan kawin lari dan hubungan diluar pernikahan untuk menghindari besarnya mahar yang diminta mereka.

Camkan itu wahai para Orang tua

Dec 15, 2014

PNS dan WIRAUSAHA

chaayoo


Ini cerita ketika saya berangkat untuk mencari nafkah, melalui jalan By.Pass Pijorkoling tiba-tiba hujan turun dengan cepatnya dan saya pun mencari tempat naungan agar tidak terkena air hujan yang begitu deras. Saat berada ditempat itu saya bertemu dengan pemuda yang sedang berpakaian pegawai negeri. Beliau menyapaku “jual rokok bang?” tidak bang jawabku. “bawa apa itu bang?” biasalah bang untuk ke toko-toko tapi bukan rokok. Kemudian sedikit bercerita pemuda itu kepada saya “memang lebih enak jadi wirausaha bang daripada saya pegawai ini. Menjadi seorang wirausaha kerja kita tidak diatur, waktu luang banyak, kemudian tidak makan hati karena diperintah, berkah lagi penghasilan yang kita dapat. Daripada jadi pegawai bang udah diatur-atur, kemudian terikat waktu, belum kena marahi atasan, bergerak tidak bebas ada yang mengikat. Belum lagi kita akan mengikuti suatu sistem yang memang berlawanan dengan prinsip kita, kita sebagai bawahan mau tidak mau akan ikut bersama mereka juga, akan hal memakan uang yang bukan hak kita sebagai pegawai. Kalau dihitung-hitung bang tidak ada gaji kita dengan apa yang sudah kita peroleh. Tidak sesuai tapi karena jalan pintas maka itu yang menjadikan setiap pegawai tersebut memiliki apa-apa yang mereka punya. Anggaran ke anggaran harus ada yang kami tikam, belum lagi pungli-pungli yang kami lakukan kepada masyarakat bang. Tetapi itu memang sudah menjadi kebiasaan pegawai disini, kalau saya bertugas di KESBANG Padangsidimpuan bang, kantor saya di Pal IV Pijorkoling. Kita pun bang harus juga ikut-ikutan kalau tidak dibilang mereka sok alim, sok jujur, dan mengancam takut mereka dilaporkan. Itu memang sudah merembak ke semua kantor-kantor bang jadi jangan heran lagi abang….

Bisakah kebiasaan ini dirubah? Mengingat tuntutan pemerintahan yang baik sedang digalakan oleh pemerintahan Jokowi, namun apakah sampai ke daerah?