Berikan saya
kesempatan kali ini untuk menulis sebuah pengalaman yang baru saja saya alami. Bukan
maksud saya untuk menyudutkan atau mengexpose ini ke ranah publik, akan tetapi
guna merubah keadaan yang ada. Baiklah langsung saja ke TKP…….
Pada tanggal
01 April 2014 saya berniat pergi ke Bank BNI Cab. Kota Padangsidimpuan untuk
mengurus buku tabungan dan ATM saya yang hilang dan rusak, sebagai rujukan saya
meminta ke pihak Custumer Servise untuk mengurus surat pengantar ke
Kantor Kepolisian. Karena tanpa surat keterangan dari kepolisian saya tidak
bisa menutup nomor rekening saya yang lama dan memang masih ada saldo saya
tidak seberapa banyak memang. Setelah diberi oleh pihak bank surat pengantar
tersebut lalu saya menuju ke kantor Polres setempat yang memang tidak jauh
lokasinya. Setelah tiba saya di kator polisi tersebut kemudian saya langsung
meluncur ke ruangan SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) yang memang
menangani masalah tersebut.
Disana ada
petugas 2 orang yang berpangkat AKBP dan stafnya. Setelah saya masuk keruangan
tersebut kemudian saya bertanya “Pak, mau mengurus surat pengantar
kehilangan buku tabungan pak”. Petugas itu pun menjawab, “oh ya
silahkan duduk”. Sambil memegang keyboard komputer beliaupun langsung
mengisi data-data saya yang berasal dari pihak bank BNI. Petugas itupun
bertanya “Buku tabungan ini hilang dimana?”. “wah kalau
saya tahu gak akan saya ganti pak, kemungkinan disekitar rumah karna
pindah-pindah itu” ujar saya kepada petugas itu. Kemudian setelah
selesai mengetik surat yang akan dilayangkan ke pihak bank, petugas itu lalu
menyuruh saya untuk menandatangani surat tersebut kemudian beliau stempel.
Setelah itu
beliau bertanya kepada saya “apa pekerjaan saudara?”. “Mahasiswa
Pak,” jawab saya. “Jurusan?” tanya dia kembali. “IAN
FISIPOL UMTS pak”. “semester berapa?” tanya dia. “8
pak”. Setelah dialog yang kami lakukan tersebut beliau menyodorkan
surat itu kepada saya dan meminta Rp.30.000 untuk biaya ADM. Saya pun terkejut
seraya berkata, “Hah!!! Rp.30.000 untuk ADM hanya untuk 1 kertas ini pak?,
Bukankah Polisi itu tugasnya melayani dan mengayomi masyarakat?”.
Kemudian balas beliau,”Ya, tapi ini untuk biaya tinta, print dan pulpen
segala macam”. “bukankah dana tersebut sudah ada anggarannya dari
negara dan tidak mungkin sampai Rp.30.000 bapak ambil dari kami, dan kami hanya
mahasiswa”. Dengan nada tinggi
beliau berkata “ Ya sudah itu aja,” sambil menunjuk
sehelai kertas mata uang Rp.10.000 yang saya pegang. “uang itupun saya kasih
Rp.10.000” lalu saya bergegas ke Bank BNI untuk menyerahkan surat tersebut.
Setibanya di
Bank BNI kemudian saya serahkan ke Custumer servise untuk diproses agar buku
tabungan saya dan ATM bisa terganti dan menukar nomor rekening baru. Namun saya
terkejut setelah karyawan Bank tersebut berkata “Nomor rekeningnya salah
ketik ini dek dari kepolisian”. Saya pun heran dan memang salah karena
saya tidak memerhatikannya kembali setelah diserahkan oleh petugas kepolisian
tersebut. “Baiklah ka, saya akan kesana lagi memperbaikinya”. Tak
lama kemudian saya langsung menuju kantor kepolisian yang saya datangi tadi.
Tibanya dikantor
itu saya pun disambut muka asam oleh petugas yang berada dikantor tadi yang
sempat cek-cok. Kemudian beliau bertanya “Apa lagi?”. “ini
pak salah ketik nomor rekeningnya yang tadi”. Kemudian beliau
menggantinya. Seraya berucap “dek, sebenarnya anggaran kami belum turun
makanya kami minta, itupun sama-sama ngertilah paham dan maklum hampir semua
begitu, wartawan juga begitu kok minta-minta kesini”. “bukan pak,
kalaulah seikhlasnya wajar bapak bilang tapi ini Rp.30.000 ini sama saja dengan
PUNGLI pak. Karena polisi untuk melayani masyarakat diberikan gaji kok malah
begini pak, kalau memang belum turun biar kita tanyakan sama-sama”
jawabku. “alah memang sudah hal lumrah itu dek, tambahilah. Rp.10.000
dapat apa itu?” katanya. “jangan pak, saya tidak mau memberi ini
kalau memang bapak mau nangkap saya tangkap aja tapi gak ada lagi uang saya
ini, kalau gak saya publikasikan masalah ini ke publik”. Sambil jengkel
petugas itu berkata “ ya, sudahlah bawa ini cepat” lalu saya
salam dan sambil senyum dan berkata “Thanks Pak Polisi”.
Itulah kejadian
yang saya alami, ternyata memang dunia PUNGLI masih marak di negara kita tak
terkecuali pihak kepolisian. Padahal berapa anggaran gaji kepolisian
dibandingkan anggaran setingkat PNS kita bisa lihat pada Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan PNS (Selevel)
kemudian ditambah dengan tunjangan fungsional, tunjangan kinerja, tunjangan
beras, keluarga, medis, uang lauk pauk dsb. Waaw jika kita lihat banyak sekali gaji
dan tunjangan yang mereka dapatkan. Kemudian pada masa pemerintahan SBY
bukankah Golongan Gaji PNS/POLRI/TNI jauh lebih meningkat dibandingkan era
sebelumnya, tapi mengapa mereka masih memeras rakyat yang tak berdaya ini.
Belum lagi
kita temui kasus saat mengurus SIM, Laporan kejahatan, pembuatan lainnya. Bahkan
ada istilah yang pernah saya dengar dari ustad kondang alm. KH. Zainuddin MZ
yang menyatakan “kalau di negri kita jika melapor kehilangan kambing
harus hilang kerbau untuk membayar uang laporannya”. Mau jadi apa ini
hampir disemua lini terjadi pungli yang dilakukan aparatur negara. Untung karena
saya seorang mahasiswa jadi bisa saya lawan jikalau rakyat biasa apadaya
pastilah kena sita. Seharusnya hal-hal seperti ini di tindak agar ada efek jera
kepada mereka yang melakukan.
Dari kesemua
kejadian pungli yang dilakukan oleh aparatur negara pastilah karena tidak ada
pengawasan yang tegas dari TOP MANAGER nya seharusnya harus ada sanksi tegas
dari atasan mereka dan itu dilakukan bersama-sama masyarakat agar mereka jera. Rakyat
sudah miskin diperas tambah menderita. Cukup pengalaman saya saja.