chaayoo
Dari yang berupa teks tertulis rapi, prosedur resmi, hingga ucap serapah yang asal muntah. Dari yang diam-diam sembunyi-sembunyi di balik kamar hingga yang terang- terangan, ditempat terbuka dan berjama’ah.
Dari yang bertopi baja, bertoga, topi caping hingga yang bersorban dan berkopyah. Dari urusan kursi, urusan birokrasi, urusan akidah, nasional dan daerah, urusan cinta, yang sedang berpacaran dan yang sudah berumah tangga, dari urusan bisnis, konglomerasi hingga urusan sepiring nasi dan jual beli sawah.
Sumpah-sumpah diumbar, dijual obral harga murah, sumpah menjadi sampah. Dihinakan dan dianggap rendah. Sumpah menjadi sampah..! Kalimat bertuah menjadi limbah...!
Saksi-saksi telah mencatat rapi. Kamera CCTV telah terpasang, yang terlihat, dan yang tak terlihat mata manusia. Piringan kaset telah merekam. Kitab rekaman sempurna. Sumpah telah menjadi harga mati, pasti dan pasti harus ditebus oleh pemiliknya, setiap jiwa, tanpa kecuali, tanpa kecuali.
Jika mereka menyangka saat ini masih aman, asyik menikmati buah sumpah tanpa gangguan, itu hanya penundaan, pemberian kesempatan untuk menyadari, memperbaiki dan menebus apa yang telah dilanggar. Namun jika semuanya telah lewat, datang jemputan malaikat, tiba-tiba semuanya jadi terlambat. Turunlah laknat. Dunia dan akhirat. Pengadilan bagi para pengkhianat, sindikat pemalsu dan pelanggar sumpah, kehinaan dan kebinasaan. Bukan dari siapa-siapa, tapi dari diri sendiri yang memperbuat.
Bangsa yang cerdas, adalah bangsa yang menyadari pengkhianatan amanat, lalu berjuang menebusnya selagi kesempatan masih ada, bangsa yang bertaubat. Taubat sebelum terlambat.
Di zaman akhir ini para pemalsu dan pelanggar sumpah semakin melimpah,
tumpah ruah membuncah tak teratasi dan tak tercegah. Memenuhi sudut-sudut
ruang, celah-celah waktu, berdesak-desak di semua strata, dari atas hingga
bawah, dari yang berjas berkemeja bersafari rapi, yang bertelanjang dada,
hingga yang bersih berjubah.
Dari yang berupa teks tertulis rapi, prosedur resmi, hingga ucap serapah yang asal muntah. Dari yang diam-diam sembunyi-sembunyi di balik kamar hingga yang terang- terangan, ditempat terbuka dan berjama’ah.
Dari gedung-gedung mulia, istana, kantor-kantor,
kampus dan pos ronda, mal dan plaza, restoran dan lapak-lapak pasar, acara
kenegaraan dan seremonial sakral, perkotaan dan pedalaman, di seluruh aktivitas
sosial dan ritual.
Dari yang bertopi baja, bertoga, topi caping hingga yang bersorban dan berkopyah. Dari urusan kursi, urusan birokrasi, urusan akidah, nasional dan daerah, urusan cinta, yang sedang berpacaran dan yang sudah berumah tangga, dari urusan bisnis, konglomerasi hingga urusan sepiring nasi dan jual beli sawah.
Sumpah-sumpah diumbar, dijual obral harga murah, sumpah menjadi sampah. Dihinakan dan dianggap rendah. Sumpah menjadi sampah..! Kalimat bertuah menjadi limbah...!
Tangan-tangan memegang pena, lidah-lidah mengucap suara,
tulisan terlegalisir, stempel resmi maupun imitasi, ikrar lantang bak laskar
berbaris siap perang, mushaf dan kitab suci di atas kepala, nama Tuhan
dipertaruhkan demi jabatan, sumpah-sumpah tertulis dan terucap.
Hanya dan hanya meminta kepada pembaca, pendengar dan
pemirsa, rakyat, pengikut dan anggota, warga negara dan anak bangsa, agar berkenan
percaya. Meminta untuk percaya. Berharap percaya. Bahkan memaksa untuk percaya,
suka atau tidak suka, rela atau terpaksa. Harus percaya. Perebutan
kepercayaan…!
Kini amanat telah diminta dengan paksa.
Kepercayaan telah direbut. Akad telah dibuat. Sumpah telah tumpah dan tersebar.
Mahar telah dibayar. Sumpah telah mengikat jiwa dalam perjanjian yang
disaksikan penghuni bumi dan langit, dan Sang Maha Melihat, Mendengar dan
Menyaksikan.
Saksi-saksi telah mencatat rapi. Kamera CCTV telah terpasang, yang terlihat, dan yang tak terlihat mata manusia. Piringan kaset telah merekam. Kitab rekaman sempurna. Sumpah telah menjadi harga mati, pasti dan pasti harus ditebus oleh pemiliknya, setiap jiwa, tanpa kecuali, tanpa kecuali.
Pemalsu dan pelanggar sumpah tak akan bisa lari. Ke mana
akan pergi, keluar alam semesta? Tiada lagi tempat sembunyi. Penggadai sumpah
akan kehilangan agunan, yang besar, yang kecil, kadar yang mutlak setimpal
dengan pemalsuan dan pelanggaran yang dilakukan.
Jika mereka menyangka saat ini masih aman, asyik menikmati buah sumpah tanpa gangguan, itu hanya penundaan, pemberian kesempatan untuk menyadari, memperbaiki dan menebus apa yang telah dilanggar. Namun jika semuanya telah lewat, datang jemputan malaikat, tiba-tiba semuanya jadi terlambat. Turunlah laknat. Dunia dan akhirat. Pengadilan bagi para pengkhianat, sindikat pemalsu dan pelanggar sumpah, kehinaan dan kebinasaan. Bukan dari siapa-siapa, tapi dari diri sendiri yang memperbuat.
Di dunia ini, mungkin kita semua pengkhianat,
pemalsu dan pelanggar sumpah, hanya berbeda dalam urutan tingkat, ada yang
sadar dan yang tidak sadar sadar. Ada yang buta dan yang bisa melihat. Mungkin
kita semua sindikat dan para penjahat, hanya berbeda ketika ada yang terus
terlarut di dalamnya dan ada yang segera bertaubat. Kita semua hina dan
berlumur dosa, hanya berbeda ketika ada yang membiarkan diri berkubang di
dalamnya dan ada yang berusaha berjuang membersihkannya.
Bangsa yang cerdas, adalah bangsa yang menyadari pengkhianatan amanat, lalu berjuang menebusnya selagi kesempatan masih ada, bangsa yang bertaubat. Taubat sebelum terlambat.
No comments:
Post a Comment
kelik