Sempitnya waktu seorang
mahasiswa dalam menjalankan pendidikan di kampus yang disebabkan karena
berbagai alasan menjadikan sebagian mahasiswa sangat terpaku terhadap aktivitas
perkuliahan saja, hadirnya mahasiswa di negeri ini tidak hanya untuk belajar di
kelas, baca buku, buat makalah, presentasi, hadir ke seminar, dan kegiatan di
kelas lainnya.
Ada tugas lain yang lebih berat
dan lebih menyentuh terhadap makna mahasiswa itu sendiri, yakni sebagai agen
perubah serta pengontrol sosial masyarakat. Tugas inilah yang dapat menjadikan
diri tiap mahasiswa sebagai harapan bangsa, yaitu menjadi orang yang setia
mencarikan solusi berbagai permasalahan yang sedang menyelimuti masyarakat. Hal
inilah yang dapat menambah nilai plus bagi dirinya sebagai mahasiswa, jika
harapan mereka terwujud dan menjelma menjadi kenyataan dalam kehidupan. Bukan
hanya sebagai harapan yang kandas di tengah keruhnya kehidupan negara seperti
saat ini.
Sebagai agen perubahan sosial,
mahasiswa selalu dituntut untuk menunjukkan peranan dalam kehidupan nyata, agar
tak menjadi mahasiswa yang “sederhana” artinya aktivitas yang dilakukan
mahasiswa tersebut hanya ke kampus untuk kuliah, selesai kuliah ke warung
makan, setelah makan balik ke kos untuk tidur atau main games, kemudian pagi
kembali kuliah di kampus begitu seterusnya. Menurut saya ada tiga hal yang
penting dalam peranan mahasiswa, yakni intelektual, sosial, dan idealis.
Ada beberapa
tipe mahasiswa yang saya amati yaitu :
-
Mahasiswa
Kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Tipikal
dari individu atau kelompok mahasiswa ini dominan melewai hari-harinya di
kampus full
hanya dengan belajar “Teks Book”, mengerjakan semua yang diperintahkan
setiap dosen dengan harapan kuliah dapat selesai tepat waktu dan meraih prestasi
akademik yang memuaskan sehingga dapat menjadi dongkrak untuk peningkatan
karier. Ciri khas utama kelompok ini adalah Indeks Prestasi Komulitatif
(IPK) cendrung eksklusif dan skeptis-apatis terhadap apa
pun bentuk aktivitas organisasi mahasiswa, senantiasa berpikir “Neraca
Rugi-Laba”, saat diajak ber-organisasi bahkan cendrung subjektif dalam
peniliaiannya tentang aktivitas kampus.
-
Mahasiswa
Cheerleader. Kelompok atau tipikal individu
semacam ini mempunyai beberapa ciri di antaranya senang meramaikan atau ikut
menyemarakkan beberapa kegiatan yang ada di kampus maupun organisasi mahasiswa.
Namun masih alergi jika suatu ketika dipercaya untuk mengemban amanah
kepemimpinan ataupun kepengurusan dalam sebuah event dan
kegiatan sosial keorganisasian. Bagi mahasiswa model ini berkelompok dan berorganisasi
haruslah ada muatan pesta, bersenang-senang, sekadar pergaulan dan cendrung
tidak mempunyai pendirian yang pasti terhadap pendapat-pendapat yang beredar
mengelilingi lingkungan sekitarnya. Siapa yang dekat-akrab, mereka-lah kawan
organisasinya.
-
Mahasiswa
Aktif dengan Organisasinya. Kelompok atau individu dari
mahasiswa semacam ini tidak begitu dominan keberadaannya. Secara kuantitatif
relatif sedikit, sedangkan dari segi kualitas masih harus dikaji ulang.
Eksistensi kelompok atau individu bertipikal semacam ini sepintas aktif dengan
segenap organisasi kemahasiwaan yang ada baik yang intra maupun
eksra kampus. Bahkan, dari yang sedikit
jumlahnya di sini, sebagian di antaranya cendurng kebablasan, sehingga ada juga
secara tidak sadar melepas statusnya sebagai mahasiswa lantaran kris moneter dalam
dirinya D-O. Ada juga sebagian diri mereka yang kehabisan napas kerena
ketidakmampuan me-manage waktu yang dimilikinya,
sehingga vacum bahkan berubah menjadi apatis
terhadap organisasi mahasiswa.
Mahasiswa yang aktif berorganisasi
secara konsisten semata-mata memiliki pemahaman bahwa organisasi kemahasiswaan
merupakan sebuah sarana yang efektif dalam meng-kader dirinya sendiri
untuk ke depan. Sebagian di antaranya masih mempunyai keyakinan pandangan bahwa
kampus merupakan tempat menimba ilmu yang tidak terbatas hanya kepada pelajaran
semata. Dengan bergabung aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang bersifat intra ataupun eksra kampus berefek kepada perubahan yang signifikan
terhadap wawasan, cara berpikir, pengetahuan dan ilmu-ilmu sosialisasi,
kepemimpinan serta menajemen kepemimpinan yang notabene tidak diajarkan dalam kurikulum normatif Perguruan
Tinggi. Namun, dalam ber-organisasilah dapat diraih dengan memanfaatkan
statusnya sebagai mahasiswa.
Pemahaman arti penting sebuah
organisasi dan aktivitas organisasi mahasiswa adalah salah satu persoalan yang
pertama-tama harus diluruskan. Adanya anggapan bahwa berorganisasi berarti
berdemonstrasi, atau berorganisasi khusunya di kampus tidak lebih dari sekadar
membuang sebagian waktu, energi, ajang mencari kawan atau mencari jodoh
merupakan bukti adanya kesalah pahaman tentang presepsi sebagian mahasiswa
tentang organisasinya sendiri. Dengan demikian, satu media yang dapat membentuk
kematangan mahasiswa dalam hidup bermasyarakat ialah organisasi. Dengan
senantiasa berorganisasi maka mahasiswa akan senantiasa terus berinteraksi dan
beraktualisasi, sehingga menjadi pribadi yang kreatif serta dinamis dan lebih
bijaksana dalam persoalan yang mereka hadapi.
Namun bagaimana jadinya jika
setiap mahasiswa yang ingin berkreasi dengan organisasinya untuk mengembangkan
setiap potensi yang ada didirinya selalu dibelenggu dan dipersulit bahkan di
tentang sehingga bisa membelenggu pikiran, tindakan, maupun kreatifitas yang
dimiliki setiap mahasiswa. Dengan aturan-aturan yang di buat setiap kampus atau
para pimpinan univrsitas maupun tiap-tiap fakultas, menurut saya ada
kemungkinan jika kampus ataupun fakultas membatasi segala tindakan yang dilakukan
kepada organisasi kemahasiswaan yakni adanya ketakutan dari pimpinan baik
rektor maupun dekan adanya pergerakan aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa
kepada pihak rektorat maupun dekan fakultas sehingga bisa merugikan pimpinan,
adanya kecurigaan kepada mahasiswa setiap yang dilakukan mahasiswa bisa
merugikan pihak kampus, dan keterikatan suatu sistem yang membelenggu. Hubungan
antara organisasi mahasiswa dan universitas seharusnya saling berkordinasi dan
sebagai sistem check and balances.
Idealnya setiap organisasi
kemahasiswaan yang ada di kampus harus di dukung oleh pihak rektorat maupun fakultas
masing-masing baik dukungan moril ataupun materil, agar sama-sama bisa
menguntungkan dan sehingga bisa mengangkat nama universitasnya. Jika organisasi
kemahasiswaan melakukan protes aksi karena dianggap adanya suatu alasan untuk
dirubah aatau di protes itu merupakan hal wajar dan lumrah agar menciptakan
suasana demokrasi di internal kampus dan agar menjadi lebih baik bukan di
takuti dan dianggap sebagai ancaman bagi pimpinan kampus ataupun fakultas…semoga
saja bermanfaat.
No comments:
Post a Comment
kelik