--> WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST

Oct 4, 2014

POLEMIK UU PILKADA DAN SBY SERTA DPR RI

chaayoo


Pasca ditetapkannya revisi UU Pilkada tidak langsung, yang di tetapkan DPR RI pada 25 September 2014 lalu. Menuai polemik dimasyarakat banyak kalangan yang menentang hal tersebut. Sebagian masyarakat ingin pilkada langsung, sebagian via DPRD. Pilkada langsung selama ini yang diterapkan oleh negara kita banyak menelan anggaran negara belum lagi konflik sosial antar pendukung, money politik, keterlibatan aparatur negara sebagai timses atau jurkam. lebih banyak mudoratnya, itulah alasan sebagian kalangan menilai tentang pilkada langsung. Ada pula yang menyatakan apabila pilkada melalui DPRD itu sama saja mundur kebelakang pada masa orde baru, cikal bakal matinya demokrasi, merampas hak politik masyarakat untuk memilih pemimpinnya. Akan terjadi kongkalikong antara DPRD dan Pemerintah Daerah, tentu masyarakat tak dipikirkan karena mereka bertanggung jawab kepada anggota dewan bukan masyarakat karena DPRD yang memilihnya.

Kita tahu jumlah Koalisi Merah Putih yang notabene pendukung prabowo di parlemen berjumlah 292 kursi (Non Demokrat) dan Koalisi Indonesia Hebat pendukung Jokowi sebanyak 207 kursi. Tentunya akan berpengaruh sekali terhadap kebijakan pemerintah yang dibuat. Bukti yang baru kita saksikan adalah manuver KMP tentang revisi UU pilkada yang mereka menangkan, seandainya Demokrat bergabung pun kepada koalisi Jokowi belum mampu mengalahkan suara KMP diparlemen. Akan tetapi pada saat penetapan UU pilkada kemarin Demokrat memilih netral dengan opsi Walkout alasannya opsi ketiga dengan menyatakan pilkada langsung namun dengan 10 perbaikan tidak digubris pimpinan sidang.

UU Pilkada tidak langsung mendapatkan cercaan dari masyarakat banyak yang mencela akan hal tersebut selain kepada KMP yang mengusulkannya, publik juga menyayangkan Sikap Presiden SBY dalam hal ini, tidak menggunakan jabatannya untuk menentang hal tersebut. Opini publik yakni SBY dan Demokrat mendukung pilkada tidak langsung yang di usung KMP tersebut. Banyak celaan yang dilontarkan masyarakat baik di media massa ataupun media sosial, bahkan menjadi trending topic di jejaring sosial. Tentunya SBY tidak ingin citra yang selama ini dibangun beliau menjadi buruk menjelang akhir masa jabatannya. Beliau pun tidak ingin dikenang masyarakat sebagai bapak anti demokrasi dinegeri ini.

Setelah UU Pilkada via DPRD di sepakati DPR, SBY tidak langsung menandatangani UU tersebut, alasan beliau mengatakan sangat berat menandatangani UU Pilkada tersebut. Entah hanya manuver beliau atau hanya pencitraan atau apalah namanya. Dalam hal tersebut UU Pilkada yang telah di sepakati DPR akan tetap sah walaupun tanpa tanda tangan dari presiden dan hanya bisa di tolak melalui mekanisme dewan mahkamah konstitusi untuk uji materi. Setelah mendapatkan hujatan di berbagai media massa ataupun jejaring sosial barulah SBY menerbitkan Perppu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Dengan alasan SBY sebagai presiden mempunyai Hak untuk menerbitkan Perppu tersebut, harapan beliau setelah diterbitkannya perppu tersebut maka UU Pilkada Via DPRD dibatalkan dan pilkada tetap dipilih langsung oleh masyarakat.

Dalam hal mengenai Perppu yang diterbitkan SBY sebagai presiden, masih juga menuai polemik dikalangan masyarakat. Entah karena hanya pengembalian citra beliau sebagai presiden dimata masyarakat atau hanya manuver beliau semata sebagai obat penenang untuk masyarakat serta nama baik beliau di mata dunia mengingat beliau pernah mendapatkan penghargaan sebagai bapak demokrasi sehingga seolah-olah beliau menentang pilkada via DPRD, mengingat Perppu yang diterbitkan beliau dinilai terlambat dan akan sia-sia. Karena Perppu harus mendapat persetujuan DPR. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Ketentuan ini menyatakan bahwa Presiden berhak menetapkan Perpu jika hal ikhwal kepentingan yang memaksa. Dalam ayat 2 dinyatakan Perppu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut. Jika Perppu tersebut tidak mendapat persetujuan, maka Perppu itu harus dicabut.

Hal ini juga sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 52 ayat 1 dinyatakan bahwa Perppu diajukan ke DPR dan diayat 3 DPR dapat menyetujui atau tidak Perppu tersebut. Dalam ayat 5 dinyatakan jika Perppu tidak disetujui DPR maka Perppu tersebut harus di cabut dan dinyatakan tidak berlaku. Apakah SBY tidak menghitung besarnya kekuatan beliau di Parlemen. Kekuatan parlemen dikuasai oleh Koalisi Merah Putih sebanyak 292 kursi yang menginginkan Pilkada Via DPRD. Seandainya Demokrat bergabung dalam kubu koalisi Jokowi pun yang menentang Pilkada Via DPRD pada parlemen belum tentu bisa meloloskan Perppu tersebut. Maka dalam hal ini tindakan SBY menerbitkan Perppu hanya akal-akalan beliau menarik simpati publik bak pahalawan kesiangan. Kita lihat saja selanjutnya apa yang terjadi. 

Kekuatan KMP yang ada di parlemen menggambarkan bagaimana pemerintah kedepan harus bernegoisasi dengan extra keras guna meloloskan kebijakan yang akan di terapkan pemerintah kedepannya, untuk itu untuk Jokowi hendaknya bisa melakukan lobi-lobi politik guna mengetuk kekuatan koalisi merah putih di DPR agar semua urusan berjalan lancar lihat saja polemik SBY dan UU Pilkada maupun Perppu. Semoga saja!!!

No comments:

Post a Comment

kelik