chaayoo
Cinta pada dasarnya adalah Politik. Tidak percaya ?? Ehm….hayu kita simak jabarannya…
Cinta pada dasarnya adalah Politik. Tidak percaya ?? Ehm….hayu kita simak jabarannya…
Pada
dasarnya setiap aktivitas politik bertujuan untuk mensejahterakan
segenap warga masyarakatnya sebagai “empu” kedaulatan. Demikian pula
cinta….keberadaan dan keseluruhan aktivitas cinta sesungguhnya
diharapkan mampu mensejahterakan “warga” cinta sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi. Jika salah satu “warga” merasa tidak
tersejahterakan…..maka hampir bisa dipastikan kesepakatan politik cinta
pun akan berusaha di akhiri atau bahkan berakhir…
Sama
halnya seperti yang terjadi dalam politik…penyimpangan atau bahkan
kesenjangan antara derivasi makna dan realitas politik biasanya terjadi
disebabkan adanya prilaku politik seorang atau sekelompok yang tidak
terpuji karena tujuan pribadi sehingga melahirkan ketidakadilan
yang berdampak negatif terhadap makna politik yang sebenarnya. Hal
tersebut ada kalanya terjadi dalam politik cinta. Terkadang tanpa
disadari salah seorang empunya kedaulatan melakukan tindakan terpuji
demi untuk mencapai tujuan pribadi sehingga melanggar kesepakatan cinta
yang telah di ikrarkan sebelumnya.
Dalam
konteks politik, saya lebih memilih untuk berkaca pada prilaku politik
Gandhi yang begitu manusiawi dan egaliter dalam setiap kebijakan
politiknya. Prinsip ahimsa dan non-violence dalam politiknya tidak
sekedar slogan, tetapi realitas yang integral dengan kepribadian Gandhi.
Walaupun akhirnya Gandhi kemudian tewas diujung peluru tajam karena
kearifan dalam menjalankan politik dengan kedalaman makna di dalamnya.
Ahimsa dalam bahasa sansekerta berarti anti kekerasan. Metode Ahimsa mengandung spiritualitas sebagai nyawa. Ahimsa berarti bahwa manusia harus menghindari segala bentuk kekerasan dalam kehidupannya. Bagi
Gandhi, perbedaan dalam politik adalah untuk disatukan. Itulah yang
Gandhi lakukan diantaranya dengan berusaha pendekatkan para tokoh dari agama
Hindu dan Islam untuk meredakan ketegangan antara keduanya. Akibatnya,
seorang penganut Hindu fanatik, Nathuram Godse, yang mengkhawatirkan
nantinya akan ada dominasi Islam, melakukan penembakan terhadap Gandhi
saat sesudah pertemuan doa pada 30 Januari 1948. Setengah jam kemudian
Gandhi menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Begitu
pula dalam politik cinta, perbedaan diantara kedua individu seharusnya
dapat dijadikan energi untuk mendekatkan satu sama lainnya. Tidak mudah
karena pastinya memerlukan kearifan dan toleransi. Seseorang yang
memahami ahimsa maka dia akan selalu memegang teguh kebenaran
yang sesungguhnya (satyagraha). Satyagraha berarti kebenaran, dan
kebenaran yang dapat direalisasikan dalam pikiran, perkataan dan
perbuatanlah yang dapat disebut benar. Manusia dapat merealisasikan
kebenaran hidup jika mampu mengendalikan 6 rintangan dalam etika India
yakni, hawa nafsu, rasa marah, keserakahan, kebirahian, kesombongan dan
kepalsuan. Ke-enam hal itu juga merupakan pengetahuan dasar bagi pecinta
kebenaran. Begitu pula dalam politik cinta, seseorang yang memegang
kedaulatan cinta seharusnya selalu memegang teguh kebenaran sejati
dengan mampu mengendalikan diri atas 6 hal itu.
Ahimsa juga menyatakan bahwa kodrat manusia berbeda dengan dengan binatang. Manusia yang merupakan kesatuan jiwa dan raga.
Jika nilai-nilai itu dipegang teguh, tentunya prostitusi tidak akan
berkembang begitu maraknya. Dalih bahwa prostitusi tidak akan
membahayakan keutuhan cinta karena dengan dalih hal itu tidak dilakukan
dengan “hati” jelas bersebrangan dengan nilai-nilai kemanusiaan itu
sendiri, sebab pada hakekatnya kemanusiaan berarti kemanunggalan hati
dan raga itu sendiri yang menjadi pembeda manusia dengan binatang.
Dalam politik Gandhi
dikenal adanya Brachmacharya. Secara harafiah brachmacharya berarti
tingkah laku yang menuntun manusia kepada Tuhan. Secara teknis berarti
pengekangan diri terutama penguasaan dan pengendalian diri dari hawa
nafsu. Politik cinta berdasarkan politik Gandhi, seharusnya mampu
mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dari penguasaan hawa nafsu
demi menjaga keutuhan kedaulatan cinta itu sendiri.
Gandhi juga mengajarkan nilai-nilai Abhaya
yang diartikan sebagai bebas dari semua rasa takut seperti takut akan
mati, rasa lapar, penghinaan, penganiayaan, murka dan yang sejenisnya.
Dalam hal ini manusia dituntut untuk memiliki keberanian, berani
berkorban, bersabar, berbuat tanpa ketakutan pada semua realitas.
Menurut Gandhi, manusia harus bebas dari rasa takut karena hal itu tidak
pernah menjadi dasar moral. Nah jika itu dipraktekan dalam politik
cinta….ehm…tentunya politik cinta itu akan semakin memungkinkan untuk
mensejahterakan para pemegang kedaulatannya
No comments:
Post a Comment
kelik