--> WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST WELCOME TO MY BLOG IVAN MOAN NST

Mar 15, 2014

Bubarkan Partai Golput di Pemilu 2014



Pemilihan umum merupakan sarana berdemokrasi bagi masyarakat dalam memilih calon anggota legislatif ataupun presiden serta kepala daerah. Pemilihan umum juga merupakan ciri negara demokrasi, dimana masyarakat yang menentukan sendiri siapa yang akan memimpin mereka, lain halnya pada negara yang menganut sistem kerajaan. Dalam negara kita pemilihan umum sudah ada sejak masa orde lama yang dilakukan pertama kalinya pasca kemerdekaan yakni tahun 1955 pada masa itu masyarakat kita sangat antusias mengikuti jalannya proses pemilihan umum tersebut dengan kata lain masih banyak masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam ajang pemilihan umum tersebut.
Pemilihan umum di ikuti oleh beberapa partai politik yang masuk verifikasi yang telah ditentukan oleh penyelenggara pemilihan umum tersebut, di sinilah partai politik bertarung dan bersaing untuk bisa memenangkan pemilihan umum tersebut agar calon-calon mereka bisa ditempatkan pada kursi legislatif begitu juga pada pemilihan presiden.
Keberhasilan pemilihan umum itu sendiri ditentukan oleh partisipasi dari masyarakat nya sendiri dalam menggunakan hak suara nya pada pemilihan umum tersebut, maka masyarakatlah yang menjadi titik tolak keberhasilan dari pemilihan umum yang diselenggarakan. Sejak tahun 1955 dimana pertama kalinya pemilihan umum dilakukan hingga pemilihan umum tahun 2009 tingkat partisipasi masyarakat dalam mengikuti ajang pemilihan umum cenderung menurun dari masa-ke masa. Kita bisa lihat dari data pemilihan umum pasca reformasi tahun 2004 terdapat 23,35 % masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya (Golput), kemudian pada pemilihan umum tahun 2009 hampir mencapai 40% yang tidak menggunakan haknya dalam memilih (Golput), mungkin ini bisa menjadi PR bagi pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggara pemilihan umum sendiri, agar pemilihan umum di masa-masa yang akan datang tidak seperti yang dulu dulu lagi.

Sebenarnya mengapa masyarakat itu sendiri menjadi Golput? Sebelum kita mencari tahu disini lebih baik kita pahami makna kata Golput (Golongan Putih) terlebih dahulu, karena sekilas kita mengira Golput itu hanya istilah saja bagi mereka-mereka yang tidak menggunakan haknya saja. “Golput itu sendiri adalah singkatan dari Golongan Putih. Mereka adalah pemilih dalam Pemilu yang tidak menggunakan hak pilihnya. Awalnya, Golput adalah gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah Golput ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah putih karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih pada kertas atau surat suara. Di luar gambar partai politik peserta Pemilu. Namun, di masa itu, jarang ada yang berani tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena akan ditandai. Maklum, baru saja Orde Baru selesai melakukan konsolidasi dengan melibas habis bukan saja pendukung PKI (Partai Komunis Indonesia) tapi juga para pendukung rezim Orde Lama dan para Soekarnois. Pemilu 1971 adalah sarana bagi rezim Orde Baru untuk memantapkan kekuasaannya di negeri ini. Kebanyakan tokoh pencetus Golput sendiri adalah “Angkatan 66”. Ini adalah sebutan bagi mahasiswa dan pemuda yang ikut dalam demonstrasi massa besar menuntut penjungkalan Soekarno. Sebagian dari tokoh “Angkatan 66” diakomodasi Orde Baru ke dalam sistem. Mereka ada yang menjadi anggota DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong), bahkan kemudian ada yang menjadi Menteri. Namun, ada yang tetap kritis melawan rezim baru yang dianggap mengingkari janji itu”. (Sumber : NOISEBLAST MEDIA).
Namun apakah sama Golput dahulu dengan Golput yang sekarang? Tujuannya sama namun yang melatarbelakanginya berbeda, kita lihat fenomena golput pada pemilihan umum pasca reformasi ini berbagai alasan bisa terjadi mereka tidak menggunakan suaranya.. yaitu :
1.      Adanya pemahaman bahwa pemilu itu haram produk atau sistem orang amerika, maka mereka menganggap apabila mengikutinya akan berkeyakinan mendukung sistem orang nasrani.
2.      Adanya ketidakcocokan akan para sicalon, mereka menganggap calon yang akan dipilih bukan figur yang cocok jadi lebih baik diam tidak mencoblos
3.      Faktor sosialisasi dari para penyelenggara yang belum tepat sasaran kepada publik sehingga masyarakat khususnya dipedesaan banyak yang tidak mengetahuinya dari cara pemilihan sampai pada sicalon yang akan mereka pilih
4.      Faktor ekonomi, jikalau ada uang yang diberi oleh salah satu calon mereka akan memilih, namun jika tidak ada mereka golput lebih baik mereka bekerja mencari nafkah untuk mecukupi kebutuhan keluarga mereka
5.      Tidak adanya kepedulian mereka akan bangsa ini (Apatis) mereka menganggap memilih dan tidak memilih akan sama saja kehidupan mereka seperti ini saja tidak ada pengaruhnya
6.      Faktor kekecewaan kepada mereka-mereka yang telah terpilih sebelumnya namun mengingkari janjinya. Mereka menganggap jikalau terpilih akan seperti sebelumnya maka mereka mengelompokan bahwa orang yang satu dengan yang lain sama saja. Maka itu mereka memutuskan tidak akan memilih satupun
Faktanya memang “Partai Golput” selalu menjadi pemenang sejak dulu. Ya, kenapa? coba kita lihat perolehan partai golkar yang mencapai 21.56% pada pemilihan umum tahun 2004 Golkarlah yang memperoleh suara tertinggi dibandingkan yang lain. Namun, angka golput justru lebih tinggi dibandingkan persentase perolehan suara golkar. Begitu juga pada pemilihan umum tahun 2009 yang dimenangkan oleh partai demokrat dengan perolehan suara sebanyak 20,85% sedangkan angka golput sebanyak 40%.
Memang selama ini sudah berbagai upaya dilakukan oleh penyelenggara pemilihan umum untuk menekan angka golput tersebut mulai dari sosialisasi melalui media massa, seminar kesekolah, karnaval, pawai serta membuat UU bagi para penganjur golput.seperti pada UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD pasal 292 yang berbunyi “setiap orang yang dengan sengaja mengakibatkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda sebesar Rp24juta. Namun apakah yang dilakukan semua itu sudah sangat efektif? Saya rasa belum.
Memang Golput itu sudah menjadi pilihan terbaru bagi masyarakat ya memang itu adalah pilihan memilih dan tidak memilih. Terlepas dari itu kita seharusnya bersama-sama menyelesaikan 6 akar penyebab mengapa mereka golput seperti yang di uraikan diatas tadi. Disini perlu adanya peran dari pihak penyelenggara pemilihan umum sendiri (KPU), pemerintah, pimpinan partai politik serta tokoh masyarakat yang ada agar sama-sama memberikan kesadaran terhadap masyarakat agar tidak ada lagi masyarakat yang apatis terhadap permasalahan bangsa, yakinkan bahwa suara mereka menentukan nasib bangsa ini selama 5tahun kedepan. Jadilah mereka pemilih yang cerdas dan jangan lagi pesismis.
Dari ke enam permasalahan tadi yang paling utama adalah point terakhir yakni kepada para calon baik legislatif, presiden maupun kepala daerah agar bisa meyakinkan masyarakat. Keikutsertaan masyarakat sangat diperlukan maka itu sicalon jangan hanya obral janji kepada masyarakat setelah terpilih mereka lupa sehingga masyarakat kecewa. Berikan keyakinan terhadap masyarakat bahwa kalian akan menepati janji setelah terpilih dan jangan ajari masyarakat untuk praktek jual beli suara. Semoga permasalahan ini bisa kita minimalisir agar tujuan dari pemilihan umum itu tercapai jangan hanya sebuah ritual semata ajang perayaan selama 5tahun sekali dengan anggaran besar namun terbuang sia-sia tidak digunakan oleh masyarakat apalagi mendapatkan wakil-wakil kita yang duduk dilegislatif, dan pemimpin kita hanya dengan cara-cara yang melanggar kaidah hukum yang berlaku semoga saja pemilihan umum mendatang dapat menarik rasa antusiame masyarakat untuk berpartisipasi. Amin …..

No comments:

Post a Comment

kelik